Jurus Mabuk Kolonialisasi Energi Terbarukan
- 0 Comments
- 16 July 2024

widhyanto muttaqien
Jurus 1. Menyelamatkan batubara, membagi sisa
Indonesia merupakan salah satu negara dengan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar di dunia, sehingga menimbulkan tantangan substansial bagi tujuan litigasi perubahan iklim global. Dalam laporannya Greenpeace menyatakan alih-alih mengurangi jumlah produksi batu bara menjadi 413 juta ton pada tahun 2017 sebagaimana direncanakan, produksi batu bara malah naik menjadi 477 juta ton[1].
Kondisi supply demand energi dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa konsumsi energi final berdasarkan sektor masih didominasi oleh sektor transportasi, namun pada tahun 2022 terjadi peralihan konsumsi energi ke sektor industri dengan adanya peningkatan kebutuhan batubara sehingga sektor industri, dengan demikian pangsa sektor industri mempunyai pangsa terbesar sekitar 45%, diikuti sektor transportasi sekitar 37%. Sementara konsumsi energi sektor rumah tangga sekitar 13%, komersial sekitar 4,2% dan sektor lainnya (pertanian, pertambangan dan kontruksi) sekitar 1%.[2] Pada tahun 2033, pembangkit listrik masih menjadi penyumbang emisi terbesar sepanjang tahun proyeksi karena masih dominannya penggunaan energi fosil terutama batubara sekitar 47% (Hymne[3]) dan 44% (Mars).
Masih dalam Laporan Outlook Energy (DEN, 2024), disebutkan hingga akhir tahun 2022, Indonesia memiliki pembangkit listrik dengan total kapasitas sebesar 83,8 GW, yang terdiri dari 79,8 GW pembangkit on-grid dan 3,95 GW pembangkit off-grid. Angka ini menunjukkan adanya penambahan pembangkit listrik hampir 1,7 kali lipat pada 10 tahun terakhir. Pembangkit listrik masih didominasi oleh batubara yang mengisi hingga separuh total kapasitas nasional, diikuti dengan energi gas sekitar 25%. Sedangkan, pembangkit listrik berbasis EBT baru mencapai 15%, atau hanya bertambah sekitar 6 GW dalam 10 tahun terakhir. Pemanfaatan EBT pada pembangkitan listrik didominasi oleh tenaga air (58%), panas bumi (20%), dan biomassa (18%). Sementara pemanfaatan tenaga surya, baik on-grid maupun off-grid, tercatat baru mencapai 225 MW.

Pada tahun 2033 konsumsi energi per region masih didominasi oleh region Jawa-Bali, namun rata-rata pertumbuhan konsumsi energi di region Jawa-Bali paling kecil dibandingkan region lainnya. Sedangkan pertumbuhan konsumsi energi terbesar berada pada region Sulawesi yaitu mencapai 6,9% (Hymne), dan 5,8% (Mars) salah satunya dipengaruhi oleh tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian mineral, terutama di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat.

Di Jawa-Bali kapasitas berlebih sudah ada di jaringan Jawa-Bali dan Sumatra. Kapasitas berlebih terus bertambah dengan penambahan Proyek Pembangkit Listrik Jawa Tengah dan pembangkit listrik Tanjung Jati B. Menurut ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), over supply listrik menjadi ancaman yang cukup serius, terutama bagi keuangan PLN dan negara. Pasalnya, dalam satu dekade terakhir kelebihan listrik itu rata-rata per tahunnya mencapai 25%.
Dalam Laporan CREA (2023)[4] Hampir 25% dari seluruh kapasitas PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia adalah untuk penggunaan sendiri (captive use), dimana tenaga listrik yang dihasilkan dari unit PLTU Batu bara dioperasikan secara off-grid oleh para pelaku industri. Walaupun porsinya signifikan, upaya pemerintah untuk beralih dari batu bara saat ini masih terbatas pada sektor ketenagalistrikan. Kapasitas captive power yang beroperasi telah meningkat hampir delapan kali lipat dari tahun 2013 hingga 2023, dari 1,4 gigawatt (GW) menjadi 10,8 GW.
Indonesia merupakan pemasok utama logam-logam penting yang dibutuhkan untuk transisi energi terbarukan, namun banyak fasilitas pemurnian logam (smelter) yang sudah beroperasi maupun yang sedang direncanakan masih menggunakan tenaga batu bara. Rencana pembangunan industri nasional untuk tahun 2015-2035 menganggap pengolahan logam sebagai “nilai tambah sumber daya alam”, dan pengembangan PLTU Batu bara diperbolehkan apabila dapat meningkatkan “nilai tambah sumber daya alam”. Saat ini, smelter-smelter tersebut berlokasi di 13 provinsi yang didominasi oleh investor China, dimana mereka diizinkan membangun PLTU untuk pemakaian sendiri. Sementara cadangan untuk batu bara Indonesia saat ini 38,9 milyar ton[5] dan China 143 milyar ton.[6] Pada 2023 Indonesia masih menjadi negara pengekspor batu bara terbesar, dengan volume ekspor 500 juta ton atau 34,1% dari total pasokan ekspor global.
Tabel 1. Cadangan, Ekpor Terbesar, dan Tujuan Ekpsor Batu Indonesia
Cadangan Batubara terbesar[7] | Ekspor Terbesar[8] | Tujuan Ekspor Indonesia[9] |
Rusia | Indonesia | India |
Australia | Australia | China |
China | Rusia | Jepang |
India | Amerika Serikat | Filipina |
Jerman | Afrika Selatan | Malaysia |
Indonesia | Kolombia | Taiwan |
Industri hilirisasi batubara[10] menjadi bagian terpenting dalam mengekstraksi batubara. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan mutu batu bara seperti pencairan batubara (coal liquefaction); gasifikasi batubara (coal gasification) termasuk underground coal gasification. Tahun 2025 dan 2026 diharapkan terdapat dua lokasi hilirisasi, yaitu di KPC dan Bukit Asam. Sementara tahun 2028 baru tersedia satu unit pencairan batubara. Proyek ini merupakan percontohan, sebab gasifikasi batubara juga merupakan teknologi lama, semnetara inivasi dilakukan melalui pengembangan sistem pembangkit listrik dengan emisi karbon mendekati nol yang memanfaatkan gasifikasi batubara bertahap yang terintegrasi dengan pemulihan panas kimia.[11][12]
UU Minerba membuat nomenklatur baru yang disandingkan dengan energi terbarukan, yaitu sumber energi baru, yaitu sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru, baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, misalnya nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal-bed methane), batu bara tercairkan, dan batu bara tergaskan (Pasal 1 no. 4 UU 30/2007). Hal ini dalam Klein (2014) disebut sebagai ‘melampaui ekonomi ekstraktif’ sebab sejak penemuan mesin uap 1776, industri di Inggris menggunakan budak-budak dari Selatan sambil membawa bahan baku batu-bara[13]. Dan batubara telah membuat ‘pencerahan akalbudi’ menjadi kemajuan.




Batubara adalah iklim yang mudah dibawa. Batubara membawa panas tropis ke Labrador dan lingkaran kutub; dan merupakan sarana untuk mengangkut dirinya sendiri ke mana pun ia dibutuhkan. Watt dan Stephenson membisikkan rahasia mereka di telinga manusia, bahwa setengah ons batu bara akan menarik dua ton per mil, dan batu bara mengangkut batu bara, dengan kereta api dan perahu, untuk membuat Kanada sehangat Kalkuta, dan dengan kenyamanannya membawa kekuatan industrinya. Ralph Waldo Emerson[15]
Jurus 2. Memperpanjang kolonialisasi, menyelamatkan para pemain
Seiring kian gencarnya penerapan co-firing, PLN membutuhkan pasokan biomassa dalam jumlah besar dan berkelanjutan. Apalagi, PLN menargetkan implementasi co-firing di 52 lokasi atau 107 unit PLTU yang ada di seluruh Indonesia hingga 2025. Trend Asia mencoba menghitung luas lahan Hutan Tanaman Energi agar bisa memenuhi bahan baku pelet kayu yang diperlukan ke 107 unit PLTU itu. Ada enam skenario HTE berdasarkan jenis tanaman yang dipakai peneliti. Keenam jenis pohon kayu itu mengacu pada rekomendasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni Akasia (Acacia Mangium), Kaliandra Merah (Calliandra Calothyrsus), Gamal (Gliricidia Sepium), Eukaliptus Pelita (Eucalyptus Pellita), Turi (Sesbania Grandiflora) dan Lamtoro Gung (Leucaena Leucocephala).
Tabel 2. Kebutuhan Lahan per Jenis Tanaman Energi
Jenis Tanaman | Areal Tanam (Ha) | Luas Lahan Konsesi |
Kaliandra merah | 1.988.984 | 2.801.385 |
Gamal | 5.524.954 | 7.781.626 |
Eukaliptus pelita | 2.646.896 | 3.728.023 |
Turi | 2.209.982 | 3.112.650 |
Lamtoro gung | 1.657.486 | 2.334.488 |
L uasnya lahan konsesi yang dibutuhkan untuk HTE ini memunculkan kekhawatiran akan terjadinya pembukaan hutan alam alias deforestasi. Lebih lanjut Laporan Chatham yang memiliki nama lain Royal Institute of International Affairs itu juga mengatakan bahwa biomassa kayu memiliki kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, kadar air biomassa kayu lebih tinggi, sehingga pembakarannya untuk energi mengeluarkan lebih banyak karbon per unit energi yang dihasilkan oleh batubara dan gas fosil. Jadi, menurut laporan itu, membakar biomassa hutan bukanlah solusi iklim, melainkan memperburuk perubahan iklim (Trend Asia, 2022).
Para pemain yang disinyalir akan menjadi konglomerat biomasa antara lain. APP Sinarmas Group, Sampoerna Group, Salim Group, Medco, Barito Pacific Group, Jhonlin Group, dan Wilmar. Konglomerat ini hampir semuanya menguasai lahan dan sektor energi.
Tabel 3. Konglomerasi Sektor Energi
Perusahaan/Anak Perusahaan | Energi Batubara | Sawit/dan biofuel (seperti tebu) | HTE/Biomassa |
PT Barito Pacific Group | PT. Barito Wahana Tenaga (PLTU Jawa Unit 9 & 10), PT Chandra Asri | PT Royal Indo Mandiri | PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) |
APP Sinar Mas Group | PT Golden Energy Mines Tbk | PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, PT | Asian Pulp and Paper (Provinsi Sumsel), PT. Hutan Ketapang Industri (Bambu), PT. Muara Sungai Landak |
Salim Grup | Pemegang saham grup PT Bumi Resources Tbk Droxford International | PT Salim Ivomas Pratama Tbk | Konsorsium dan pemegang saham MEDC (Medco Energy) |
Medco | Tanjung Jati B (PLTU) | Medco Agro | Medco Merauke (PT Selaras Inti Semesta) |
Jhonlin | Jhonlin Baratama | Jhonlin Agroraya, PT Prima Alam Gemilang (tebu) | |
Wilmar | PLTU Sumatera Utara-2 | PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (sawit dan tebu) | |
Sampoerna | PT Sampoerna Agro Tbk | PT Mangole Timber Producers (pelet kayu biomassa)/Sampoerna Kayoe | |
Djarum | Muria Sumba Manis | PT Hartono Plantation |
Pilihan selain berbasis lahan, ada Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang juga menggunakan lahan[16][17]. Proyek ini akan berperan penting dalam transisi energi Singapura menuju masa depan rendah karbon dan berkontribusi terhadap pengembangan sektor energi terbarukan di Indonesia. Selain Pulau Bulan, Pulau Rempang juga akan dijadikan Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Surya[18][19]
Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan dengan total 3.686 GW. Sumber energi terbarukan tersebut terdiri dari tenaga surya sebesar 3.295 GW, tenaga air 95 GW, bioenergi 57 GW, tenaga angin 155 GW, energi panas bumi 24 GW, dan energi laut 60 GW.[20] Energi matahari untuk panel surya dapat dilakukan di atas air, terlebih jika terjadi masalah dengan akuisisi lahan, Indonesia memiliki luas perairan yang sangat luas, panel surya dapat dipasang pada pelampung di danau dan laut terlindung. Beberapa model pengembangan panel surya dibuat untuk penggunaan domestik, bukan untuk diekspor seperti kejadian di Pulau Bulan dan Rempang. Kebutuhan domestik akan energi terbarukan masih banyak, terutama di wilayat terluar dan terpencil. Morotai[21] dengan program PLTSnya di lebih berhasil dibandingkan dengan proyek biomassa (PLTBm) yang bertumpu pada tanaman bambu[22] Selain masalah permintaan dan penawaran, yang bersumber pada kebutuhan lokal, ‘kebun bambu’ dianggap hama karena menggantikan tanaman lain yang manfaatnya lebih banyak dirasakan masyarakat. Pemerintah sendiri telah mengalokasikan kawasan hutan tanaman energi 1,3 juta hektare dengan 32 perusahaan yang siap berinvestasi.[23] Kasus kegagalan program bioetanol dengan tanaman monokultur tebu yang telah merusak hutan Papua dan Mentawai tidak dijadikan pelajaran untuk memilih bauran energi terbarukan dan bagaimana hal tersebut dijalankan.[24]
Mewariskan Kemakmuran bukan Krisis Lingkungan
Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiatives) diluncurkan pada tahun 2013, China telah meningkatkan investasi luar negerinya dan memperluas rantai nilai batubara domestiknya (terutama pertambangan, transportasi, dan pembangkit listrik) serta jejak karbon di luar perbatasannya. Dalam beberapa studi terdapat persepsi “dua realitas” mengenai investasi infrastruktur China di luar negeri: satu di mana kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi negara tuan rumah dirayakan, dan yang lainnya, di mana masyarakat lokal terkena dampak negatif dari pembangunan ini dan menentang dampak lingkungan dan sosial dari proyek-proyek ini (Gu, 2024).[25] Riset yang dilakukan oleh Gu (2024) ini didasarkan pada pemetaan komprehensif dan analisis ekologi politik komparatif dari 25 kasus dalam Atlas Keadilan Lingkungan Global (EJAtlas) yang terkait dengan PLTU di Indonesia dengan keterlibatan China, termasuk pinjaman, kontrak, dan investasi ekuitas. Semua proyek ini telah menghadapi pertentangan sampai batas tertentu oleh masyarakat lokal dan/atau organisasi masyarakat sipil, yang menentang dampak sosial-lingkungan yang negatif. Berdasarkan 25 kasus ini serta 28 wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan Indonesia dan internasional, penelitian ini memperlihatkan persepsi bawah-atas tentang investasi infrastruktur bertenaga batu bara China di luar negeri, keluhan, klaim, dan repertoar pertentangan, dan hasil dari konflik tersebut.
Tabel 4. Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan utama berdasarkan data 25 kasus konflik sosial lingkungan di Indonesia
Lingkungan | Sosial | Kesehatan |
Polusi udara, Banjir, Ketidakamanan pangan (kerusakan tanaman), Polusi atau penipisan air tanah, Polusi suara, Kontaminasi tanah dan erosi, Polusi air permukaan/Penurunan kualitas air, Luapan limbah | Relokasi, Pengangguran, Meningkatnya korupsi/kooptasi berbagai aktor, Meningkatnya kekerasan dan kejahatan, Kurangnya jaminan kerja/Pengangguran, Perampasan tanah, Hilangnya mata pencaharian, Militerisasi dan meningkatnya kehadiran polisi | Kecelakaan, Kematian, Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan |
Hilangnya keanekaragaman hayati, Perubahan iklim, Deforestasi dan hilangnya tutupan vegetasi, Penggurunan/Kekeringan, Penurunan ekologi/konektivitas hidrologi | Hilangnya pengetahuan/praktik/budaya tradisional, Hilangnya rasa akan tempat | Masalah mental |
Hilangnya lanskap/degradasi estetika | Paparan terhadap risiko kompleks yang tidak diketahui atau tidak pasti |
Dibandingkan Investasi dari Negara lain, ada kekhawatiran arus bawah terhadap investasi China di Indonesia. Beberapa kejadian bencana investasi dapat dilihat dari berita berikut[26][27][28][29]. Indonesia sendiri dalam catatan HAM menjadi pelaku kriminalisasi terhadap rakyatnya ketika proyek-proyek yang mengandung risiko yang kompleks dan tidak pasti ditolak oleh masyarakat karena akan merusak kehidupan mereka saat ini dan generasi mendatang.


Di China sendiri, proyek energi terbarukan menjadi masalah, seperti dalam pemberitaan tentang kerja paksa etnis Uyghur dalam proyek PLTS di Xinjiang,[32] karena lonjakan tenaga surya yang merupakan salah satu harapan besar dalam perlombaan melawan pemanasan global bergantung pada pasokan penting polisilikon buatan Xinjiang. Beberapa negara Barat yang memimpin transisi ke energi yang lebih bersih juga menuduh pemerintah Tiongkok melakukan genosida di Xinjiang. Pada bulan Maret, AS, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada menjatuhkan sanksi baru terhadap Tiongkok atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Amerika Serikat telah melarang impor kapas dan tomat dari wilayah tersebut.
Tidak seperti negara lain, Indonesia memiliki bauran energi terbarukan yang melimpah. Pilihan Indonesia dengan demikian bukanlah jurus ‘mengurangi kemiskinan dengan menambah polusi’. pilihan Indonesia adalah jurus ‘mengurangi kemiskinan dengan distribusi aset’ terutama akses terhadap lahan. Pengalaman negara-negara Amerika Selatan dalam Klein (2014) mengenai jebakan utang mereka (para kreditor) tidak menyediakan alternatif terhadap ekstraktivisme, tetapi hanya memiliki rencana yang lebih baik untuk mendistribusikan hasil rampasan, alternatif seperti ini dapat dilihat lewat perampasan di Papua, terbesar oleh perusahaan Freeport asal Amerika, yang kini memiliki ijin konsesi sampai cadangan emas habis[33]. Sementara Papua sampai saat ini masih menjadi 8 Provinsi dengan jumlah desa terbanyak dalam kategori terbelakang dan sangat terbelakang[34]. Hal ini dapat dilihat di suku-suku yang wilayah ulayat mereka tidak diakui kedaulatannya dan dipaksa untuk dirampas tanahnya demi kepentingan nasional industri lapar lahan dan ekstraktif. Sama seperti di China, laporan HAM terhadap konflik di Papua[35] dan terakhir dalam laporan All Eyes In Papua.[36]
Dalam rencananya pemerintah Jokowidodo akan mengakhiri kemiskinan ekstrim 0% di tahun 2024[37]. Namun usaha ini masih panjang[38] jika dilihat beberapa kasus pelanggaran HAM yang menyebabkan masyarakat kehilangan sumber mata pencaharian lestarinya karena kasus-kasus pembangunan. Belum lagi kasus-kasus menyangkut rusaknya alam tempat ruang hidup mereka, masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya terhadap alam yang lestari, baik di kawasan hutan, maupun pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dalam laporan Bank Dunia (2023)[39] Indonesia boleh dibilang telah mencapai tujuannya untuk memberantas kemiskinan ekstrim ketika kemiskinan tersebut mencapai 1,5 persen pada tahun 2022. Optimisme pemerintah mengabaikan temuan Bank Dunia yang menyatakan lebih dari sepertiga penduduk Indonesia rentan jatuh miskin jika terkena guncangan. Kasus Covid tahun 2019 memberikan bukti bahwa 40 persen penduduk Indonesia tidak aman secara ekonomi. Sebagian besar rumah tangga ini tidak miskin tetapi dapat jatuh miskin jika terkena guncangan. Rumah tangga yang tidak aman secara ekonomi dapat dipaksa untuk mengadopsi strategi yang merugikan mereka untuk mengatasi guncangan seperti mengurangi aset fisik dan sumber daya manusia mereka, yang pada gilirannya mengurangi produktivitas jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam konteks industri ekstraktif guncangan tersebut disebabkan oleh pemindahan penduduk secara paksa seperti proyek-proyek Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti di Rempang atau dalam skema korporasi dalam industri sawit dan sekarang swasembada tebu dan food estate di Papua, Aru, Tebu di NTT, dan dalam rencana pemindahan ibukota negara[40]. Sepanjang tahun 2020-2023 terdapat 660 letusan konflik agraria[41]


Dalam laporan KPA (2023) 105 konflik agraria diakibatkan oleh PSN. Konflik tersebut melibatkan area seluas 638,2 ribu hektare, serta berdampak pada 135,6 ribu kepala keluarga (KK)[43]. Guncangan ekonomi inilah yang tidak dihitung oleh ekonomi ekstraktif era Jokowi. Gerakan sosial yang mendukung hak ulayat masyarakat adat di Selatan Amerika, Australia dan New Zealand juga merupakan bagian dari gerakan masyarakat madani (civil society) lainnya. Hal ini disebabkan isu krisis iklim adalah isu yang saling terhubung dan saling timbal-balik, menolak ekonomi semata ekstraktif tanpa ada keadilan sosial mejadi agenda besar koalisi masyarakat madani.
Tidak hanya China yang memiliki yang memiliki hubungan kemoyangan dengan Indonesia seperti ditulis buku sejarah, batubara menjadi bagian dari Sabuk Sutra China atau dikenal juga sebagai Inisiatif Sabuk dan Jalan (Road And Belt Initiatives) yang akan meningkatkan nilai skala keekonomiannya untuk menyambungkan ‘produksi – konsumsi’ dengan cara membangun infrastruktur penghubung, menguasai energi, mengekstraksi cadangan bahan mentah untuk kebutuhan konsumsi industri mereka. Kasus smelter emas, nikel, aluminium demikian juga adanya, menyambungkan ‘produksi dan konsumsi’. Sehinga ekonomi Indonesia sebagai penghasil berbagai sumberdaya alam terus menerus dibuat bergantung terhadap hubungan kolonial. Bahkan Indonesia sudah terus menerus mengekspor minyak olahan dari Singapura[44], batubara pun akan demikian, ini disebabkan para pemain tidak akan melewatkan kesempatan mengekstraksi seluruh kekayaan Indonesia.
Bukan hanya China, perusahaan tanaman industri untuk biomassa juga dibiayai Korea[45], skema hutan tanaman industri menjadi penarik perhatian karena bukan merupakan produk monolit, namun dapat dicampur-baurkan misalnya dengan sisa sekam padi, cangkang sawit, limbah kayu, batok kelapa. Baik sektor pangan ataupun kehutanan (yang biasanya digabungkan dalam ‘Pertanian’), sejak 1973 Prof. Sayogyo mengatakan sebagai ‘Modernization Without Development[46]Kasus food estate di Bulungan, selanjutnya di Merauke dengan modernisasi pertanian semata ekspansi agribisnis dalam skala luas, yang rasionalisasi operasionalnya tidak membangun langsung masyarakat sekitar. Sayogyo mencontohkan program-program BIMAS dengan modernisasi malah membuat petani tergantung terhadap bantuan pupuk dan bibit. Untuk kasus Merauke, pemerintah Belanda telah menyiapkan swasembada padi di distrik Kurik, dengan mekanisme plantation state pengelolaan pertanian skala luas hanya diorientasikan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, penguasaan tanah, dan kebutuhan tenaga kerja yang sangat besar menyebabkan adanya mekanisme “ekstra pasar” berupa perbudakan, transmigrasi. Kini lewat teknologi, yang terjadi adalah tenaga cadangan untuk pekerja berkurang oleh mekanisasi, sehingga yang tersisa adalah penguasaan tanah yang luas dan industri yang tidak terhubung langsung dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jikapun ada maka terjadi colonial gastronomy, yaitu pengaturan apa yang pantas dimakan yang bias sentimen diskriminasi rasial, dan hal ini diperparah oleh pembangunan agroindustri merusak hak atas pangan masyarakat Pribumi di distrik Merauke, Papua Barat[47], dengan dampak buruk pada ketersediaan, akses, dan kualitas pangan lokal.
Pengaturan kebijakan ekonomi liberal berbasis pasar-bebas dipertahankan, dengan kepastian hukum, seperti diberlakukannya UU Cipta Kerja beserta turunannya yang pada akhirnya menimbulkan krisis agraria dan ekologis. Peran negara tidak boleh masuk pada mekanisme pasar, tetapi memastikan mekanisme pasar berjalan optimal, intervensi populis seperti memberikan Ormas Keagamaan dalam konsesi tambang batubara adalah memberikan keju dengan cara membajak (ormas) Agama untuk melanggengkan kekuasaan seperti juga telah terjadi pembajakan terhadap negara agar bisa mengawetkan oligarki.[48] Selanjutnya Ormas Agama akan dihadiahi tanah yang luas sebagai bentuk ‘patriarki’ dalam hubungan warga dan pemerintahnya.
[1] Elite Politik Dalam Pusaran Bisnis Batu bara – Greenpeace Indonesia – Greenpeace Indonesi
[3] Skenario Hymne menggunakan asumsi-asumsi energi yang mengacu pada kondisi saat ini dan proyeksi ke depan bedasarkan data histori beberapa tahun terakhir, antara lain penambahan jumlah jargas, kompor listrik, kendaraan listrik, dan implementasi biofuel, dan lain-lain. Untuk pembangunan pembangkit listrik mengacu pada RUPTL 2021-2030 dengan asumsi penyelesaian proyek mundur 2 tahun. Sementara skenario Mars menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi dan populasi sama dengan skenario Hymne, namun asumsi-asumsi terkait pemanfaatan energi menggunakan asumsi-asumsi yang mengarah menuju negara maju 2045 dan NZE 2060 antara lain untuk sektor rumah tangga penggunaan jargas dan kompor listrik pertumbuhannya diproyeksikan meningkat lebih tinggi dibandingkan skenario Hymne, untuk sektor transportasi penggunaan EV dan biofuel diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan skenario Hymne dan penggunaan hidrogen mulai diperkenalkan mulai tahun 2032. Pada pembangkit listrik terdapat penambahan kapasitas pembangkit EBT khususnya PLTS, PLTB dan co-firing PLTU lebih tinggi dibandingkan skenario Hymne juga pemanfaatan nuklir pada pembangkit sebesar 100 MW.
[4] energyandcleanair.org/wp/wp-content/uploads/2023/09/CREA_GEM-Indonesia-Captive-Briefing_ID_09.2023.pdf
[5] 7 Perusahaan Batu Bara dengan Jumlah Cadangan Terbanyak di Indonesia – TrenAsia
[6] Intip 10 Negara dengan Cadangan Batu Bara Terbesar di Dunia, Ada Indonesia? (bisnis.com)
[7] Indonesia Masuk Daftar Negara dengan Cadangan Batu Bara Terbesar di Dunia (katadata.co.id)
[8] Indonesia Dominasi Ekspor Batu Bara Global pada 2023 (katadata.co.id)
[9] Ini Negara Tujuan Ekspor Batu Bara Indonesia (katadata.co.id)
[10] Kegiatan Litbang BLU tekMIRA Tahun 2021 (esdm.go.id)
[11] Near-Zero Carbon Emission Power Generation System Enabled by Staged Coal Gasification and Chemical Recuperation – ScienceDirect
[12] China’s R&D of advanced ultra-supercritical coal-fired power generation for addressing climate change – ScienceDirect
[13] Klein, Naomi. 2014. This Changes Everything: Capitalism Vs Climate Change. Alfred and Knopft, Canada
[14] Bemmelen, R.W. Van. 1949. The Geology od Indonesia: Economic Geology. The Hague
[15] Ralph Waldo Emerson on steam and coal, 1860 – Energy History (yale.edu)
[16] Indonesia Akan Ekspor 4 Gw Listrik ke Singapura, Minta Syarat TKDN 60% – Energi Katadata.co.id
[17] https://ekonomi.republika.co.id/berita/s0v62c370/medco-kantongi-ijin-proyek-plts-600-mw-di-pulau-bulan
[18] [FOTO] Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Perusahaan Kaca Tiongkok untuk Hilirisasi Industri Kaca (presidenri.go.id)
[19] Pulau Rempang: The New Engine of Indonesian’s Economic Growth – BP Batam
[20] Kadin Bertemu Pemerintah AS Bahas Investasi EBT – Energi Baru Katadata.co.id
[21] Kemenperin Minta Industri Panel Surya Perbesar Kapasitas Produksi (bisnis.com)
[22] Nasib Pembangkit Biomassa Bambu di Mentawai – Mongabay.co.id
[23] Indonesia.go.id – Indonesia Siap Jadi Pusat Energi Biomassa Dunia
[24] Menyoal Proyek Perkebunan Tebu dan Bioetanol di Merauke – Mongabay.co.id
[25] https://doi.org/10.1016/j.exis.2024.101411
[26] Profil Smelter Nikel di Morowali yang Meledak, Digarap Raksasa China (bisnis.com)
[27][27] Hilirisasi nikel: Setumpuk masalah di balik ketergantungan Indonesia terhadap investasi China – ‘Demam nikel membuat pemerintah kehilangan akal sehat’ – BBC News Indonesia
[28] Perairan Halmahera Tercemar Logam Berat – Kompas.id
[29] PT IHIP power station – Global Energy Monitor (gem.wiki)
[30] https://doi.org/10.1016/j.esr.2021.100624
[31] Cina Kuasai 96% Proyek PLTU Batu Bara Baru Global pada 2023 – Energi Katadata.co.id
[32] China’s Xinjiang Solar Factories Haunted by Labor Abuse Claims (bloomberg.com)
[33] Menteri ESDM Ungkap Alasan Freeport Bisa Perpanjang Kontrak hingga Cadangan Habis (kompas.com)
[34][34] E-BOOK Peringkat IDM 2023.pdf – Google Drive
[35] Laporan Tahunan 2023: Hak Asasi Manusia dan Konflik di Tanah Papua – (humanrightsmonitor.org)
[36] All Eyes On Papua Menggema – Greenpeace Indonesia – Greenpeace Indonesia
[37] Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi – Wapres Optimis Pemerintah Capai Target Penurunan Kemiskinan pada 2024 (menpan.go.id)
[38] Tingkat Kemiskinan Ekstrem di 6 Provinsi Papua Masih Tinggi (kompas.com)
[40] Klaim Keberlanjutan dalam Pembangunan IKN dan Penggusuran Masyarakat Adat – Green Network Asia – Indonesia
[41] KPA: 660 Konflik Agraria Pecah Sepanjang 2020-2023, Imbas PSN Ada 105 – Konsorsium Pembaruan Agraria
[43] 135 Ribu Keluarga Terdampak Konflik Agraria pada 2023 (katadata.co.id)
[44] Kenapa Indonesia Impor BBM dari Singapura? (cnbcindonesia.com)
[45] Ilusi Hutan Tanaman Energi – Forest Watch Indonesia (fwi.or.id)
[46] Modernization Without Development in Rural Java – Neliti
[47] (3) (PDF) Gastrocolonialism: the intersections of race, food, and development in West Papua (researchgate.net)
[48] Robison, Richard and Vedi R. Hadiz. 2004. Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. London: RoutledgeCurzon.
Sumber foto fitur: Ratusan Hektar Sawah di Merauke Tiga Tahun Gagal Panen Karena Banjir – Papua60Detik