PERUNDINGAN INDONESIA-EU CEPA MENGECEWAKAN?

Rilis

Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi

 

POSISI TAWAR KEPENTINGAN PUBLIK  DALAM INDONESIA-EU CEPA DIPERTANYAKAN

 

Pada tanggal 24 – 27 Januari 2017 lalu, Indonesia dan Uni Eropa[i] mengadakan putaran perundingan kedua untuk menyusun perjanjian perdagangan bebas atau CEPA (Comprehensive Economic Parthnership Agreement) di Bali Indonesia. Perundingan bertujuan antara lain untuk membuka pasar untuk berbagai sektor, promosi dan perlindungan bagi  investor asing dari negara Uni Eropa dan Indonesia.

Perundingan akan mencakup berbagai isu, antara lain, pembukaan pasar di sektor barang,  liberalisasi sektor jasa-jasa, pembukaan pasar pembelanjaan pemerintah, pengaturan BUMN (badan usaha milik negara), penguatan di bidang HKI (hak kekayaan intelektual), perlindungan investor asing, kepabean dan fasilitasi perdagangan, dan kerjasama.

Berkaitan dengan dengan hal tersebut, Direktur Yayasan Satu Dunia, Firdaus Cahyadi menyayangkan ketiadaan  informasi mengenai perundingan ini. “Hingga kini, pemerintah tidak pernah secara resmi membuka ke publik, teks perundingan yang sedang dilakukan. Partisipasi publik seperti dihalangi dengan ketertutupan informasi dari pemerintah, mengenai perundingan ini .”

Senada dengan hal tersebut, Widhyanto Muttaqien Ahmad dari CREATA, juga menekankan pentingnya partisipasi publik. “jika melihat dari perjanjian FTA Uni Eropa dengan negara-negara lain, cakupan perundingan akan sangat luas,. Sehingga jika diterapkan akan banyak mengubah peraturan di dalam negeri, yang tentunya ini akan berdampak pada masyarakat luas, khususnya kalangan bisnis dan industri dalam negeri.”

Dalam akses pada obat-obatan misalnya. Sindi Putri, Indonesia AIDS Coalition, menyebutkan dalam bab mengenai kekayaan intelektual, terdapat  klausul yang mengatur perpanjangan masa paten. “ini akan menciptakan monopoli obat sehingga ketersediaan obat-obat versi generik yang terjangkau  akan terbatas. Dengan adanya klausul-klausul tersebut akan berdampak terhadap akses masyarakat untuk obat.”

Sementara itu, Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan WALHI mengingatkan alih-alih atas nama pertumbuhan ekonomi, perundingan ini akan memastikan  perlindungan yang lebih banyak kepada investasi dan investor asing dari negara Uni Eropa. Dalam prakteknya, investasi di  sektor sumber daya alam, banyak memberikan dampak buruk terhadap masyarakat dan tekanan pada lingkungan seperti kebakaran hutan dan lahan, serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Zainal Arifin Fuad, dari Serikat Petani Indonesia, berpendapat arus perdagangan bebas hasil dan produk pertanian dari Uni Eropa akan meminggirkan produk-produk petani Indonesia. Selain itu, dikhawatirkan akan mendorong terjadinya perampasan lahan–lahan terkait dengan kemudahan investasi di sumberdaya alam.

Lebih lanjut, Marthin Hadiwinata dari KNTI melihat bahwa “Perjanjian perdagangan internasional antara Indonesia dengan Uni Eropa hanya akan mendorong eksploitasi usaha perikanan Indonesia”. Marthin juga menambahkan “Perdagangan hasil perikanan keluar negeri dalam CEPA UE-Indonesia melanggar Pasal 25B UU Perikanan no 45/2009 yang memandatkan untuk memenuhi konsumsi domestik terlebih dahulu”.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, mengingatkan Pemerintah Indonesia agar tidak membuat komitmen yang inkonsisten dengan upaya penguatan industri lokal. “Misalnya, proposal UE yang meminta Indonesia menghapuskan kebijakan TKDN (local content requirement), menghilangkan kebijakan yang mengharuskan perusahaan UE untuk bermitra dengan perusahaan lokal, serta menghapuskan batasan foreign equity cap dibeberapa sektor tertentu. Karena itu, Pemerintah Indonesia perlu melibatkan publik untuk memberikan masukan terkait dengan posisi tawar perundingan, sehingga kepentingan nasional lebih terjamin,” saran Rachmi.

Koordinator Program Solidaritas Perempuan, Nisaa Yura menyatakan bahwa kebijakan ekonomi yang berorientasi pada investasi akan meminggirkan perempuan dari sumber-sumber kehidupannya. “CEPA hanya akan memperparah pemiskinan yang selama ini dialami masyarakat terlebih perempuan,” pungkasnya.

Pada dasarnya, Kurniawan Sabar dari INDIES mengemukakan, CEPA akan mengintensifkan monopoli dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia. “Perjanjian ini hanya akan memfasilitasi kepentingan kerjasama dagang korporasi Uni Eropa, dan akan merugikan rakyat di berbagai sektor, buruh, tani, perempuan, kaum miskin perkotaan, pemuda, suku bangsa minoritas dan masyarakat adat, dan sektor lainnya.”

Perundingan Indonesia – Uni Eropa telah diluncurkan sejak 18 Juli 2016. Perundingan  putaran pertama telah dilakukan di Brusel Belgia pada 20-21 September 2016 lalu.

 

Narahubung:

Rachmi Hertanti, Indonesia for Global Justice (IGJ): 0817-4985180

Putri Sindi, Indonesian Aids Coalition (IAC): 0878-78407551

Muhammad Reza, CREATA: 0856-97528194

Dinda Nurannisaa Yura, Solidaritas Perempuan (SP): 0813-80709637

Martin Hadiwinata, Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI): 0812-86030453

Zainal Arifin Fuad, Serikat Petani Indonesia (SPI): 0812-89321398

Khalisah Khalid, WALHI: 0813 11187 498

Firdaus Cahyadi: 0815-13275698

Kurniawan Sabar, INDIES: 0812-41481868

 

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Keadilan Ekonomi:

Indonesia for Global Justice – Indonesia AIDS Coalition – Solidaritas Perempuan – CREATA – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia- Serikat Petani Indonesia – WALHI – Aliansi Petani Indonesia – KRUHA –  Satu Dunia – Bina Desa – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia – INDIES

 

[i] Uni Eropa atau disingkat EU merupakan kelompok negara  yang bekerjasama dalam ekonomi dan politik, yang saat ini beranggotakan 27 negara,  yang sebelumnya adalah 28 negara. Setelah pada Juni 2016 lalu, negara Inggris memutuskan keluar dari UE, karena referendum, dikenal dengan Brexit.

Comments

comments