The Road to Wigan Pier: ke Perspektif Orwellian

Ulasan Buku oleh Widhyanto Muttaqien

Saya membeli buku ini karena latar belakangnya: batu bara. Batu bara sedang tren di Indonesia setelah dua Ormas besar, NU dan Muhammadiyah mendapatkan ijin untuk menambang yang diberikan oleh rezim Jokowi di akhir periode kekuasaannya. Buku ini merupakan bagian dari perjalanan George Orwell seputar tahun 1930. Sebuah kelompok sosialis di Inggris, The Left Book Club mengirim Orwell untuk menelisik kemiskinan dan penggangguran massal di wilayah utara Inggris, Wigan, tepatnya bagian dari Manchester.

Selama beberapa bulan Orwell mengalami dan lebur dalam kehidupan penambang batu bara di kota ini. Ini seperti kisah Tan Malaka yang pernah menerima pekerjaan menjadi guru di Sumatera Utara, dan mempelajari bagaimana kuli kontrak perkebunan karet di Deli Serdang mengalami proses kepapaan lewat utang menumpuk, judi, prostitusi, dan candu. Tan Malaka di Deli Serdang sekitar tahun 1919-1921, manuskripnya diterbitkan tahun 1947. Sedangkan Orwell di Wigan sekitar tahun 1930, bukunya diterbitkan tahun 1937.

Dari kisah ini kita bisa membaca bagaimana sebuah industri menopang kehidupan – dan kehidupan ditopang oleh orang-orang yang bekerja keras untuk kenyamanan kelas di atasnya. Dan seperti apakah pemerintah saat itu bersikap atas industrialisasi yang terus berkembang, di hulunya batu bara di hilirnya industri tekstil yang juga ditopang oleh kolonialisme di belahan Selatan.

Buku ini dibagi dua bagian. Bagian Pertama berisi gambaran situasi pekerjaan buruh batu bara, yang dianggapnya sangat berbahaya, bagian ini mendokumentasikan dengan baik kondisi kerentanan kelas pekerja, kemiskinan, program jaminan kesehatan, kondisi kerja, kondisi permukiman, jaminan ketenagakerjaan, sanitasi kota, dan penyakit menular seperti TBC, yang disebabkan oleh risiko kerja dan keadaan rumah tidak layak huni. Bagian Kedua, merupakan tanggapan ideologisnya berupa pengembaraan intelektual. Dalam catatan pembukanya Orwell menuliskan, “… berbagai hal yang kulihat di daerah-daerah tambang batu bara di Lanchasire dan Yorkshire/ seperti pengangguran massal pada kondisinya yang paling buruk/Sebab sebelum kita meyakini pakah kita sungguh-sungguh mendukung Sosialisme, kita harus memutuskan terlebih dahulu, apakah keadaan-keadaan pada saat ini masih dapat ditoleransi atau tidak…”.

Bagian Pertama

Bagian pertama secara detil menggambarkan kondisi kamar pekerja di rumah sewa bersama pekerja. Gambaran di awal sangat detil, sekilas diisi perwatakan sesama pekerja, misalnya Joe, dari Skotlandia yang selalu ngoceh tentang bahaya kuning – sebuah kiasan rasis mengenai orang-orang Asia Timur bagi dunia Barat. Old Jack yang merupakan pensiunan penambang berumur 78 tahun yang selalu bercerita tentang masa jayanya, Old Jack telah menambang selama 50 tahun, sekarang menderita kanker di hari tuanya, dia hanya mengambil uang pensiun yang cukup untuk membeli roti dan mentega untuk kebutuhan sehari-hari.

Para penambang digambarkan sebagai laki-laki menakjubkan. “Sebagian besar bertubuh kecil, tetapi semuanya hampir memiliki fisik yang mengagumkan. Pundak lebar yang meruncing ke pinggang ramping dan lentur, pantat kecil menonjol dan paha berotot, tanpa satu ons daging menonjol di bagian manapun. Di tambang yang panas mereka hanya mengenakan celana pendek tipis, sepatu kayu, dan pelindung lutut, di tambang paling panas mereka hanya mengenakan sepatu kayu dan pelindung lutut. Kau tidak tahu apakah mereka sudah tua atau muda. Dalam keadaan hitam legam mereka terlihat sama“. Di bawah sana tempat batu bara digali, ada dunia yang berbeda, yang mungkin kita tidak akan pernah mendengarnya seumur hidup kita. Orwell memberikan kita cerita menakjubkan tentang dunia tambang. Orwell sendiri akan memilih jadi tukang sapu jalan dibandingkan pekerja tambang, pilihan lain tukang kebun atau buruh tani – dibandingkan menjadi pekerja tambang.

Bagian ini menggambarkan bagaimana kondisi upah pekerja tambang. Rata-rata upah pekerja tambang 30 shilling sampai 40 shilling per minggu dengan potongan yang dibayar oleh penambang sekitar 4 shilling 3 pence. Upah kotor rata-rata di musim dingin ketika produksi penuh, dua sampai sembilan pound 15 shilling dan 2 pence. Rata-rata setiap pekerja menghasilkan 253 – 280 ton per tahun.

Bagian ini menggambarkan kondisi rumah, sanitasi kota, dan gizi masyarakat pekerja tambang. Pengeluaran per minggu satu pound dua belas shilling. Bayi tidak dihitung karena ditanggung tiga kotak susu bubuk per minggu dari Klinik Kesejahteraan Anak. Pengeluaran belum memperhitungkan tembakau seharga satu shilling, itu pun bukan untuk kategori perokok berat.

Untuk pengangguran atau yang tidak terdata dalam daftar buruh perusahaan atau data negara (pekerja serabutan atau musiman), mereka bisa disebut tunakarya, mereka akan bersosialisasi di ‘klub-klub pakaian’, tanpa klub ini mereka tidak akan mampu membeli pakaian. Klub pakaian ini adalah semacam asosiasi untuk bersolidaritas dan kesediaan mereka untuk saling membantu pada saat dibutuhkan. Orwell menghitung ada sekitar 5 juta pekerja rentan saat itu, walaupun pemerintah menghitungnya sekitar 2 juta yang terdaftar (ini menjadi pertimbangan untuk anggaran jaminan sosial dan jaminan ketenagakerjaan yang dibiayai oleh Negara).

Bagian Kedua

Tulisan dalam buku ini merupakan laporan tentang ketidakadilan sosial dan diskriminasi kelas. Kondisi kehidupan kelas pekerja yang keras di Lancashire dan Yorkshire, di mana terdapat kemiskinan, kelaparan, dan penyakit merajalela. Kemiskinan yang sukar untuk ditinggalkan. Orwell menjelaskan bagaimana terdapat kelas menengah yang saat itu berpenghasilan 300 pound per bulan (2500-3.600 pound per tahun). Dibandingkan buruh tambang paling tinggi di musim dingin 36 pound (200-300 pound per bulan), di musim lain berkurang karena kebutuhan batu bara menurun. Bagian ini dimulai dengan gaya hidup orang kaya dan aristokrat miskin, bagian ini paling menarik. Kemuakan Orwell diungkapkan di bagian ini terhadap pengaturan sosial, keadilan omong kosong. Orwell panjang lebar menuliskan sikap ‘orang kiri’ terhadap imperialisme (termasuk sikap Anglo-India yang merupakan mimikri dari penjajahnya) yang terpelajar, yang takut, lembek, tak bernyali. Mereka berpandangan jika imperialisme hilang maka tidak ada uang yang berputar.

Orwell menjelaskan masa depan sosialisme, saat itu sosialime dihajar oleh fasisme. Misi sosialisme semakin mundur bukan bergerak maju. Di tahun itu juga penganut sosialisme menggandeng kaum demokratik yang mereka hantam bertahun-tahun. Dan kaum pekerja sendiri saat itu tidak bisa didekati oleh kaum ‘intelektual sosialis’ yang berbeda logat dan gaya hidupnya, mulai dari cara berpakaian sampai bahasa. Kaum pekerja juga tidak peduli dengan ulasan tesis, antitesis, dan sintesis. Beberapa sosialis adalah eks buruh, tapi mereka sudah bukan lagi buruh, mereka menjadi kelas menengah (dengan sedikit ide sosialis lewat buku dan teori) lewat jalur sastrawan-intelektual, anggota Dewan Partai Buruh, dan elit di Serikat Pekerja, yang terakhir yang mengecewakan. Tantangannya adalah mereka akan menjadi sosialis, lima tahun kemudian menjadi fasis. Mereka sama sekali jauh dari empati terhadap kaum buruh, tunakarya, dan gelandangan, bagian termiskin dari kemiskinan.

Orwell mengakui dengan latar belakang kelas menengahnya telah membatasi pemahamannya tentang perjuangan kelas pekerja. Perjalanannya termasuk penulisan buku ini menjadi bagian dari perspektifnya tentang ideologis sosialis.

Orwellian

Pengulas memperkirakan 1984 (terbitan pertama 1947) dan Animal Farm (terbitan pertama (1945) dipengaruhi oleh pengalaman Orwell dalam buku ini. Satir dalam Animal Farm misalnya menggambarkan pemberontakan hewan ternak (gambaran eksploitatif) untuk mencapai masyarakat setara, bebas, dan bahagia, yang dikhianati kediktatoran seekor babi bernama Napoleon, peternakan berakhir dalam keadaan yang jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Sementara 1984 masih memunculkan Fasisme yang dia sangkakan dalam Bagian Dua buku ini, yang lewat pengalamannya sendiri diawali dengan propaganda Sosialisme. Propaganda tersebut beralih menjadi pengawasan absolut dan peternakan berita yang salah (kini dan disini BuzzerRp, anjrit). Padahal dalam buku ini Orwell juga menjelaskan bahwa sosialisme bukan sekadar persoalan ekonomi, namun juga menyangkut masalah-masalah kehidupan lainnya.

Ada banyak rujukan di Bagian Kedua ini yang merupakan kritik Orwell terhadap karya sastra intelektual yang penulisnya hanya melakukan Pansos. Mungkin termasuk saya yang masih takut miskin atau kehilangan privelese sebagai kelas menengah terdidik.

Tentang Buku

Judul: The Road to Wigan Pier (Jalan ke Wigan Pier, 1937 edisi pertama)

Penulis: George Orwell

Penerjemah: Tanti Lesmana

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2023

Tentang Foto Sampul: Portrait of george orwell on Craiyon

Comments

comments