Semacam Renungan Awal Tahun

Widhyanto Muttaqien

Kesedihan itu murah; kematian bagaikan keledai yang sudah lelah; rumah sakit dipenuhi dengan panggilan dari orang-orang yang tenggelam (Nasser Rabah, penyair Palestina)

Ketika bicara tentang tahun, kita tidak bisa meninggalkan bulan, hari, detik-detik yang kita hirup sebagai bagian dari ‘hidup’. Apakah hidup? Sepanjang 2024 aku memaknai hidup dengan satu kata ‘Palestina’. Sebejat apapun, tak peduli betapa korup, durjana, serakah, dan durhakanya pemerintah Indonesia dan korporasi yang bersekutu dengannya, tetap saja – keagungan bangsa Palestina tidak terpemanai. Bayangkan lebih dari setahun ‘hidup di Palestina’ dibombardir bom lebih dari 85.000 ton, termasuk bom fosfor yang sudah dilarang penggunaannya. Belum lagi kebrutalan lainnya seperti penyiksaan tawanan, penghinaan untuk membuat bangsa Palestina menunduk dan menjadi anjing Zionis Israel. Semuanya tidak berarti, marwah bangsa Palestina tidak terhancurkan sama sekali. Apakah itu yang disebut ‘hidup’.

Di bawah ini adalah sebuah puisi dari penulis Palestina Maryam Al Khateeb dalam kumpulan buku And Still We Write

Di kamar tempatku tidur, aku telah menciptakan portal ke langit Setiap malam,

aku menyiapkan bulan, bintang-bintang , Aku menata dahan-dahan

pohon zaitun di sekitar jendelaku agar aku dapat tidur

Ini, jendela kesayanganku

Aku akan duduk di depannya untuk menatap komposisi langit bulan ranting-ranting pohon zaitun saat mereka menyelinap ke kamarku lalu lari

Jendela ajaibku Pada malam yang diterangi bulan

Aku memutuskan untuk meletakkan bantalku di bawah jendela dan tidur di bulan , Aku menatapnya

ia menatapku

Ibu selalu merasa aneh, bahwa aku tidur seperti ini

Di seberang jendela terbalik di mana seharusnya ada bantal Aku meletakkan buku-buku, kertas-kertas, pena-pena, dan tidur

Ini adalah gambaran terakhir yang kumiliki dari jendelaku sebelum langit mencuri wajahnya

Aku percaya bahwa jendelaku tidak akan pernah mengubah warna langit menjadi warna misil dan darah

Aku terbangun dikelilingi oleh api neraka, ranting-ranting pohon zaitun layu di depan mataku

Semuanya berubah Aku meninggalkan kertas-kertasku dan berlari

Sejak pagi itu, aku telah menunggu langit setiap hari
Jendela telah berubah Setiap pagi aku terbangun dalam ketakutan Di mana aku? Di mana
langit?
Mesin perang mencapai rumahku pada saat-saat pertama, dan aku pergi Jendelaku pecah
Kamarku berubah menjadi tempat terlantar yang dimakan debu

Aku meninggalkan pena-penaku di belakang
Sekarang aku menulis di dinding rumah-rumah di sepanjang jalan pengungsianku dan aku tahu bahwa
mereka akan layu, maksudku, berubah menjadi puing-puing
Setelah beberapa waktu, aku kembali ke kamar

Aku mengubahnya menjadi tempat pengungsian bagi sebuah keluarga
dengan sepuluh anak

Ibu mereka takut mereka tidur di bawah jendela

Indonesia 2025

Demikianlah tahun 2024 dilalui. Harapan terhadap negeri sendiri sudah juga dipastikan, seperti Pilpres yang sudah bisa ditebak hasilnya – dan perjalanan 5 tahun ke depan sudah tertebak, amsyong. Indonesia yang kudus ini ada dalam pernyataan di stanza 2 dan 3 Indonesia Raya, jika dipotong bagiannya maka hati kita akan mengiyakan serentak:

Indonesia Tanah Yang Mulia Tanah Kita Yang Kaya/ Disanalah Aku Berdiri Untuk Selama-lamanya (stanza 2)

Indonesia Tanah Yang Suci Tanah Kita Yang Sakti/ Di sanalah Aku Berdiri Menjaga Ibu Sejati/ Indonesia Tanah Berseri Tanah Yang Aku Sayangi/ Marilah Kita Berjanji Indonesia Abadi/Slamatlah Rakyatnya Selamatlah Putranya/Pulaunya Lautnya Semuanya (stanza 3)

1928 puisi Indonesia Raya, kita berutang banyak pada angkatan pada waktu itu. Generasi sekarang mungkin tidak terlalu percaya pada puisi semacam ini, Indonesia Raya. Apakah arti hidup, jawabnya merdeka, merdeka. Merdeka berpikir, merdeka bertindak, merdeka berekspresi – merdeka dalam keragaman ekonomi, sosial, budaya. Saya khawatir 2025 diisi oleh Omon-omon para-para pemimpin, omon-omon para-para pengkhotbah-pengkhotbah pembela rezim. Omon-omon ormas agama yang nasibnya akan seperti Partai Keadilan Sejahtera, yang ribut terus dengan para pendukungnya, ormas-ormas agama ini tidak berapa lama di tahun 2025 akan dicibir kembali – berinisiatif transaksi dagang sapi, padahal jadi sapi perah rezim Prabowo-Gibran, jadi banteng aduan ke massa miskin – massa yang akan ditenggelamkan, walau tidak semenyakitkan kisah Palestina. Massa ini akan terlihat bagus kembali di statistik, kebodohan akan terpelihara baik untuk keberlangsungan rezim korup, kemiskinan akan menguntungkan ormas agama, bukankah kemakmuran bisa dicapai dengan segala macam cara – tentu saja iya.

Saya bukan seorang pasifis pun fasis. Saya tidak akan mengatakan kebijasanaan yang saya tidak bisa pahami, seperti mengharamkan tindakan ‘keras’ demi ‘keadilan’. Saya akan mengunakan cara tidak mengenal kompromi dan kekerasan yang diperlukan (polisi dan tentara menambahkan kata ‘terukur’, walau korbannya lebih sering mati sia-sia karena salah sasaran atau korban fitnah). kekerasan diperlukan untuk menegakkan keadilan. Tidak bisa senjata dilawan dengan omon-omon belaka apalagi ayat suci yang cuma menguntungkan elit agama pendukung rezim yang khianat. Bagaimana kita bisa tidur tenang ketika tempat tidur dan rumah kita dibakar orang – demikianlah simpulan para-para korban konflik agraria, korban Proyek Strategis Nasional, orang asli Papua yang tanahnya dirampas korporasi dengan restu rezim yang berkuasa.

Adakah Negara yang jahat. Satu saja jawabnya, negara Zionist Israel.

Bagaimana Indonesia, saya tidak ingin mendendam – tapi juga tidak ingin melarang-larang orang yang punya keyakinan mata dibayar mata. Sebab hukum sudah tumpul, otak pemimpin sudah pindah ke dengkul. Di tahun 2025 kerusakan sosial akan semakin dalam, walaupun dunia tidak sederhana A lawan B, A disokong C, dan B sendirian, namun perlawanan kecil-kecilan di tiap daerah akan semakin populer – yang menjaga Indonesia itu satu pihak saja (kuberitahu sebuah rahasia) hanya rakyat yang bisa menjaga Indonesia (walau itu sebagian saja). Nubuat Indonesia Raya itu jauh di atas rata-rata kemampuan politikus Indonesia sejak 2012-2029, mungkinkah ada perubahan? Tidak.

Sekali lagi saya masuk kepada apakah ‘hidup’ itu? Keniscayaan atas takdir yang sudah ditentukan. Bagaimana kita mesti menjalani ‘hidup’, dengan merdeka, hanya dengan merdeka. Hanya dalam kemerdekaan kita bisa memerdekakan orang lain, anak-anak kita, jantung masa depan. Seperti denyut umbi di bawah tanah.

Tahun 2024 hanya puisi untukku sendiri yang berhasil dibuat July 2024 – widhyanto muttaqien ahmad puisi merayakan hidup.

Catatan: para-para dipopulerkan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menyebut para (hadirin, tamu, dll)

Comments

comments