Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka? Seruan Kritis untuk Ilmu dan Masyarakat

Pengulas: Widhyanto Muttaqien


Life is achingly beautiful and creative once you free yourself from the mind-numbing shackles of neo-Darwinian dogma.” Mae-Wan Ho

Di tengah kemajuan pesat bioteknologi, karya Mae-Wan Ho, Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka?, menghadirkan refleksi mendalam dan kritis terhadap janji dan bahaya rekayasa genetika. Berbeda dengan gambaran ideal yang sering diusung tentang teknologi ini—sebagai solusi atas kelaparan dunia, penguatan pertanian berkelanjutan, dan penyembuhan penyakit—Ho mengajak kita menengok risiko yang sering diabaikan serta dampak sosial-ekonomi yang melekat dalam teknologi berisiko tinggi ini.

Sebagai ilmuwan molekuler yang berpengalaman, Ho menguraikan dengan jelas ilmu di balik rekayasa genetik yang banyak menyimpan ketidakpastian dan potensi bahaya, termasuk munculnya virus baru akibat manipulasi genetik. Namun, bahaya ini tidak hanya pada level biologis, Ho juga mengkritik dominasi korporasi besar yang mendorong komersialisasi bioteknologi secara masif. Kebijakan hak kekayaan intelektual yang mendorong paten atas benih rekayasa genetika yang sering kali steril, malah mengancam petani lokal dan keberlanjutan varietas benih tradisional, merusak kedaulatan pangan sekaligus menimbulkan ketergantungan terhadap perusahaan besar. Silangkan Bibit, Petani di Nganjuk Divonis Bersalah Melakukan Pembenihan Ilegal, Petani Berprestasi, Malah Dipenjara | Republika Online

Dalam ranah fiksi ilmiah populer, tema kegagalan rekayasa genetika dan cloning juga banyak diangkat. Misalnya dalam film Splice (2009), dua ilmuwan menciptakan makhluk baru dari kombinasi DNA hewan dan manusia. Plot twist muncul ketika makhluk ini berkembang menjadi liar dan berbahaya, menyoroti risiko experimentasi yang tidak mempertimbangkan etika dan ilmu secara matang. Film Jurassic World (2015) mengilustrasikan kegagalan pengendalian rekayasa genetika dalam menciptakan dinosaurus kembali, melambangkan risiko ekologi dan bencana dari intervensi genetik besar-besaran yang tak bertanggung jawab. Sementara itu, Deep Blue Sea (1999) menunjukkan eksperimen rekayasa gen pada hiu untuk meningkatkan fungsi otak manusia yang berakhir dengan malapetaka akibat agresivitas hiu hasil rekayasa.

Film Rampage (2018) sebagai contoh kelindan korporasi yang melakukan eksperimen genetika pada satwa liar yang kemudian menjadi mutan raksasa. Cerita ini menghubungkan ketamakan perusahaan dalam mengeksploitasi teknologi tanpa memperhatikan dampaknya terhadap alam dan masyarakat.

Selain bermotifkan keserakahan dan tema apokalip, motif mencari keabadian menjadi salah satu pendorong utama eksploitasi teknologi rekayasa genetika, yang sering digambarkan dalam film untuk menunjukkan ambisi manusia mengalahkan batas-batas alami kehidupan dan kematian. Film seperti I Care a Lot (2020) yang dibintangi Rosamund Pike sedikit banyak memotret obsesi manusia terhadap kontrol penuh atas hidup dan kematian, meskipun konteksnya berbeda, yakni manipulasi sosial dan ekonomi sekaligus perlindungan diri yang ekstrim.

Buku ini menyerukan moratorium terhadap komersialisasi rekayasa genetika serta keterlibatan publik dalam penelaahan ilmiah, sosial, dan etika teknologi ini. Ho juga mengkritik paradigma reduksionis dalam ilmu genetika yang mereduksi kehidupan menjadi sekadar kode genetik, mengabaikan kerumitan ekologi yang dapat berujung bencana lingkungan. Buku ini seperti juga film-film fiksi ilmiah di atas memberikan pandangan distopia terhadap motif-motif pengembangan rekayasa biologi yang lebih banyak dikendalikan oleh maksud keserakahan dan pengkaplingan pengetahuan. Film-film bertema rekayasa genetika tidak hanya merefleksikan kekhawatiran ekologis, tapi juga kritik sosial terhadap monopoli dan eksploitasi teknologi oleh kelompok elit, yang berkontribusi pada masalah besar kemanusiaan dan alam. Buku ini memberikan contoh-contoh yang telah teruji di lapangan mengenai kegagalan rekayasa genetika.

Meskipun beberapa kritik mencatat bahwa Ho terkadang melebar ke ranah ekonomi dan politik dengan argumen yang kurang koheren, pesan utamanya jelas bahwa rekayasa genetika bukan sekadar masalah teknologi, melainkan persoalan kebijakan sosial, etika, dan keadilan yang harus ditangani dengan hati-hati dan transparan.

Di era percepatan inovasi bioteknologi, Rekayasa Genetik: Impian atau Petaka? menjadi panggilan mendesak untuk meninjau ulang dan mengendalikan teknologi ini secara demokratis, termasuk perlindungan hak pembibit lokal dari tekanan rezim paten yang agresif. Kisah ini mengajak kita berhenti sejenak, membuka dialog terbuka, dan memastikan bahwa kemajuan ilmiah tidak mengorbankan keseimbangan ekologi, keadilan sosial, dan keberlanjutan budaya.

Tentang Penulis

Dr. Mae-Wan Ho

Tentang Buku

Rekayasa Genetik Impian Atau Petaka

Penerbit Insist Press, 2008

Penerjemah Satoehoe

Editor Hira Jhamtani

Comments

comments