Ketika membaca Capra dalam bukunya The Turning Point (di Indonesia diterjemahkan sebagai Titik Balik Peradaban (Bentang Budaya , 2002), saya teringat Kuntowijoyo yang menawarkan emansipasi dalam menyambungkan pengetahuan dan masalah keummatan. Kuntowijoyo membagi tradisi keilmuan dalam masyarakat Islam di Indonesia. Pertama, tradisi normatif di saat Islam didakwahkan agar umat menjalankan agamanya dengan ilmu dan tak sekadar ikut-ikutan. Kedua, tradisi ideologis ketika Islam dirumuskan sebagai dasar pergerakan politik, bersaing dengan kapitalisme dan komunisme. Ketiga, tradisi ilmiah yang metode empiris. Kuntowijoyo lantas melangkah pada paradigma baru yaitu Ilmu Sosial Profetik yaitu komitmen keumatan. Ilmu sosial harus dapat mengubah keadaan, dengan menyangkutkannya dengan problem-problem aktual yang dihadapi umat.
Fritjof Capra, dalam bukunya The Turning Point menyatakan tradisi keilmuan Newtonian-Cartesian telah menyebabkan pemisahan antara pendekatan ilmiah dan agama. Capra menawarkan cara mengubah pendekatan tersebut dengan penyatuan pemikiran deduktif-induktif bermetode ilmiah dalam prinsip-prinsip keseimbangan ekologis seraya meminjam istilah Cina kuno kekuatan yin (pengetahuan-rasional-inderawi) dan yang (nurani-agama-spiritual) yang selama ini terpisah. Yin dan Yang mestilah disinergikan. Pandangan tentang ekologi ini suatu keberlanjutan jika terdapat jejaring kehidupan (web of life), jika ada keseimbangan antara komponen-komponen lingkungan, baik biotik dan abiotik.
Krisis ekologi disebut sebagai krisis spiritual, moral, dan kearifan lokal (budaya) dimana terjadi pemisahan antara ilmu pengetahuan yang teknokratis dengan spiritual, budaya. Bahkan fakta-fakta dipisahkan dengan nilai-nilai, sehingga lambat laun terjadi tindakan pemaafan yang berlanjut dengan pembiaran.Lingkungan alam selalu berkaitan dengan alam budaya masyarakat tempatannya, krisis ekologi sekarang sudah meluas aktor-aktornya karena perluasan ruang dan kapital lewat perusahaan multinasional, sehingga krisis di di P Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Jakarta menjadi tanggungjawab global karena beroperasinya perusahaan multinasional, juga kasus perkebunan sawit di Boven Digoel yang disebabkan deforestasi hutan adat oleh perusahaan multinasional.
Dengan metode emansipatorisnya Kuntowijoyo akan melihat krisis iklim (dulu sering disebut krisis lingkungan, pertama, sebagai krisis sosial. Kuntowijoyo percaya bahwa transformasi sosial berpokok pada individu sekaligus sosial dengan konsep humanisasi, liberasi, dan transendensi. Dua pertama fokus pada ego manusia, dan terakhir, transendensi, yang paling atas adalah sebuah dekonstruksi spritual, dimana pusat aktivitas manusia adalah pada hal-hal yang immaterial, aspek Ilahiah. Maslow di tahun akhir periode intelektualnya menambahkan satu lagi puncak hirarki, yaitu transendensi. Transendensi Diri adalah kesadaran melampaui diri sendiri sebagai bagian integral dari alam semesta. Transendensi diri hanya terjadi setelah pencerahan spiritual. Pembangkitan spiritual membuat Anda melihat lebih dalam, melampaui ilusi dan keterikatan, menyadari siapa diri Anda, mengapa Anda ada di sini, makna hidup, dan banyak pertanyaan mendalam sebagai efek samping dari pencerahan diri setelah terlepas dari kesadaran ego. Keadaran ego yang dimaksud adalah 5 hirarki di bawahnya, Maslow’s forgotten pinnacle: Self-transcendence – Big Think.
Gladwell dalam bukunya Tipping Point (2000) menyebutkan bahwa konteks merupakan suatu kekuatan untuk mengubah perilaku seseorang. Kekuatan konteks adalah lingkungan dan situasi yang bisa memiliki dampak signifikan terhadap bagaimana orang bertindak, dia mencontohkan bagaimana kejahatan di New York berkurang dengan berkurangnya gelandangan dan permukiman kumuh, berkolaborasi dengan organisasi masyarakat dan gereja, masyarakat New York mengubah sendiri kotanya. Pengalaman saya di Surabaya sekitar tahun 2002-2004 juga demikian, walikota Surabaya bersama Dinas Pertamanan Kota menghilangkan banyak titik kumuh di pusat kota dan membangun taman indah, dimana warga bisa berinteraksi. Surabaya di mata saya yang waktu itu ulang-alik kesana menjadi lebih ramah. Jakarta juga demikian, sejak transportasi publik diperbanyak dan dibuat lebih nyaman, taman kota dan ruang ramah anak diperbanyak sebagai ‘ruang ketiga’ menjadi lebih manusiawi dibandingkan ketika saya beranjak remaja, akhir tahun 1980-an. Jakarta yang keras beranjak menjadi Jakarta yang ramah.
Masih dalam Gladwell (2000) ada peranan orang-orang dalam perubahan, dia mengkategorikan sebagai tiga tipe orang yang berperan penting, yaitu Connectors (penghubung), Mavens (pengetahuan), dan Salesmen (penjual). Connectors memiliki banyak hubungan sosial, Mavens memiliki pengetahuan mendalam tentang suatu bidang tertentu, dan Salesmen memiliki kemampuan meyakinkan orang lain. Gladwell membahas konsep pula “The Stickiness Factor” atau faktor daya pikat. Ia menyoroti pentingnya pesan atau ide yang bisa melekat dalam pikiran orang, inilah daya pikat. Skeptime tentang krisis iklim misalnya, disebabkan oleh daya pikat narasi krisis iklim yang oleh Giddens (2009) sebagai ‘narasi mengerikan’. Semua tulisan tentang krisis iklim berbicara proyeksi kiamat yang dipenuhi ramalan saintifik. Perubahan mendadak atau Tipping Point (titik kritis) tidak hanya dalam membaca wacana krisis iklim, namun juga permasalahan sosial dan budaya yang menyertainya. Setiap titik kritis adalah batas akhir dimana akan ada transisi untuk keluar dari krisis.
Kanan Kiri Ok
Majelis Ulama Indonesia sebagai salah satu aktor yang dalam Gladwell (2000) berperan sebagai Salesman telah mengeluarkan Fatwa Nomor 86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. MUI – Majelis Ulama Indonesia – MUI – Majelis Ulama Indonesia. Fatwa ini mewajibkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mengurangi jejak karbon yang bukan merupakan kebutuhan pokok serta melakukan upaya transisi energi yang berkeadilan. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) melaporkan dalam risetnya yang melibatkan 1.245 orang responden dari seluruh Indones, jika 76 persen dari mereka tidak mengetahui adanya JETP sebagai upaya bertransisi energi. Minimnya Literasi JETP Menghambat Transisi Energi di Indonesia – Transisi Energi Berkeadilan Masyarakat yang terimbas dengan adanya penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) seperti di Kalimantan sebagai pemasok batu bara dan di daerah tempat beroperasi PLTU harus bisa terlibat aktif dalam merumuskan program JETP. Selama ini PDRB Kalimantan Timur yang menyumbang 45% ekonomi Kalimantan disumbang dari 53% pertambangan batubara 53 Persen dari Produk Domestik Regional Bruto Kaltim Berasal dari Sektor Pertambangan – Bisnis Tempo.co. Total luasan tambang di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 44% dari luas total Provinsi tersebut, selain itu, riset Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menunjukkan 80 persen dari seluruh wilayah tambang di Indonesia berisiko terhadap ketahanan pangan dan berujung pada kemiskinan Anomali Kemiskinan di Wilayah Tambang Batubara ⋆ JATAM
Minimnya literasi transisi energi yang berkeadilan tidaklah serta merta karena permasalahan who’s the singer ataupun ‘si pembawa pesan’. Bencana akibat dampak krisis iklim adalah si pembawa sekaligus pesan itu sendiri. Warkop DKI dalam film slapstik Kanan-Kiri OK (1989) menggambarkan kesalahpahaman yang disebabkan overthinking. Dimana kesalahpahaman tersebut disebabkan oleh kecurigaan dan kekhawatiran ketika hadir seorang tetangga baru, seorang janda cantik, yang membuat para tetangga kanan dan kiri menjadi insecure. Takut suami mereka kepincut. Kita akan melihat apakah Kanan-Kiri Giddens disebabkan insekuritas para pembawa pesan atau karena berpikir terlalu berlebihan, seperti yang dipikirkan kaum skeptis.
Giddens (2009) menganggap isu perubahan iklim dalam bukunya The Politic of Cilmate Change melampaui pertentangan lama paradigma kiri dan kanan. Jalan Ketiga Giddens dalam menghadapi permasalahan ini adalah dengan (1) Menguatkan peran negara sebagai Negara Penjamin (ensuring state), Giddens tidak bermaksud mengembalikan negara sebagai sebuat otoritas total, namun negara menatau tujuan publik yang dikonstitusi dengan pendekatan atas-bawah. (2) Konvergensi politik, yaitu tujuan kebijakan adaptasi dan perubahan iklim mestilah bersingunggan dengan ranah kebijakan publik lainnya. Ranah tersebut adalah keamanan dan perencanaan energi, inovasi teknologi, politik gaya hidup, dan sisi buruk kemakmuran (yang dicontohkan adalah berlomba-lomba membeli mobil SUV di Inggris, padahal mobil jenis ini boros bahan bakar). Politik gaya hidup seperti mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, kota membangun trasnportasi publik atau seperti di Jakarta memromsikan jalan kaki 7.500 langkah untuk aksi mitigasi krisis iklim Jakarta Kampanyekan Jalan Kaki untuk Perbaiki Kualitas Udara, Terutama untuk ASN – Tekno Tempo.co.
Ide kesejahteraan atau kemakmuran dipertanyakan kembali oleh Giddens, apa gunanya pertumbuhan ekonomi jika membawa kerusakan jangka panjang dan meleset dalam mencapai kemakmuran. Kasus Provinsi Kalimantan Timur membuktikan hal tersebut. (3) Konvergensi ekonomi, yaitu persinggungan antara teknologi rendah karbon, bentuk praktek bisnis, dan gaya hidup yang memiliki daya saing ekonomi. Konvergensi ekonomi Giddens adalah semangat kolaborasi sektor pemerintah, bisnis, pegiat lingkungan moderat, dan ilmuwan dalam restrukturisasi ekonomi plitik kapitalis (hal 83, edisi bahasa Indonesia). Hal ini dilakukan untuk menjawab kaum pesimis seperti kelompok Roma yang memulainya dengan ambang batas pembangunan., yang dianggap sebagai ortodoksi hijau, yang dipandang tidak moderat karena menentang kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan pada batas tertentu (seperti menentang sama sekali program genetically modified organism/GMO untuk ketahanan pangan). Tesis Jalan Ketiga Giddens adalah modernisasi ekologis membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjadi bagian dari solusi isu lingkungan (bukan hanya perubahan iklim). Modernisasi dan reformasi sektor pemerintah dan pasar dengan cara melekatkannya pada kanvas bisnis mereka isu lingkungan dan menjadikan masyarakat sipil menjaga bisnis di jalur yang benar.
Tesis Giddens dalam memberikan solusi permalahan perubahan iklim sejalan dengan pendiriannya sejak awal, bahwa persoalan dunia tidak dapat diselesaikan hanya berkutat pada pembelaan terhadap kebenaran ideologi kanan atau kiri. Perihal peran negara menurut Giddens (2000), posisi negara tidak boleh terlalu dominan terhadap pasar, tetapi negara harus fleksibel untuk mengakomodasi kepentingan investor dalam kerangka untuk bersama-sama mendapatkan keuntungan.
Teori Strukturasi dari Giddens adalah suatu proses bagaimana aktor mereproduksi struktur, melalui sistem interaksi yang muncul sebagai hasil dari penggunaan strutur. Catatan terhadap Kanan-Kiri Ok-nya Giddens yang sesungguhnya menolak kiri adalah krisis lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang sesungguhnya makin menjadi raksasa, mereka akan mensponsori wacana seperti apakah data kandungan karbon valid dan bagaimana cara menghitungnya. Pendekatan teknokratis ini tidak bisa menciptakan keadilan lantas kemakmuran di negara yang dianggap dapat menjadi penyelamat dunia, negara-negara tersebut adalah negara-negara selatan. Negara-negara penghasil emisi terbesar adalah China: 11,4 miliar ton per tahun, Amerika Serikat: 5,1 miliar ton per tahun, India: 2,8 miliar ton per tahun, EU27: 2,8 miliar ton per tahun, Rusia: 1,7 miliar ton per tahun. Indonesia masuk 10 besar, namun bukan karena kemajuan industrinya, namun dari kenaikan penggunaan energi fosil, khususnya batu bara dan alih fungsi lahan, serta deforestasi Indonesia yang tinggi Indonesia Masuk Daftar 10 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar Dunia (katadata.co.id)
Menganalisis struktur sistem sosial terkait krisis iklim di Indonesia artinya mengkaji mode-mode tempat diproduksi dan direproduksinya sistem-sistem penyebab krisis iklim dalam interaksi yang aktivitas-aktivitas utama agen-agen yang ada, menggunakan aturan-aturan dan sumberdaya-sumberdaya dalam konteks tindakan yang beraneka ragam. Pendekatan teknokratis yang berkutat skema proyek yang mengatur kolaborasi lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, lembaga donor, univeristas, dan perusahaan. Modernisasi ekologi a la Giddens berpusat pada tidak efisennya penggunaan sumberday, inilah ketakutan global yang mendasari narasi ‘perubahan iklim’ bukan pada kerusakan lingkungan di Negara Selatan (di luar BRIC-Brazil Rusia India China) yang dianggap sudah menjadi negara maju. Lihatlah tata pengaturan di Indonesia, yang paling kontemporer UU Cipta Kerja, PP Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, PP $2/2021 Tentang Kemudahan Investasi, Pepres 109/2020, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahuh 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, dan terakhir penambahan 14 Proyek Strategis Nasional yang baru diresmikan. Semua peraturan tersebut bersesuaian dengan Jalan Ketiga Giddens yang sulit dijalankan di Indonesia, untuk mencapai keadilan ekonomi dan sosial.
Membaca seruan moral ’negara harus fleksibel untuk mengakomodasi kepentingan investor dalam kerangka untuk bersama-sama mendapatkan keuntungan’ sama dengan menyembunyikan ekonomi politik dibaliknya. Selain usaha negara bekas kolonialis yang tetap ingin mendapatkan konsesi tambang dan tanah di Indonesia, solusi ini sulit dibaca tanpa sentimen dominasi pengetahuan, terutama perbandingan yang tidak sejajar antara perkembangan ekonomi beserta sejarahnya, Kedua, relasi kekuasan yang tidak setara di Indonesia dengan aktor yang menurut Gladwell (2000) kaum penghubung atau broker, ilmuwan, dengan rakyat banyak yang diajak dialog dan bersepakat yang cuma lulusan SMP (62%) Indonesia Peringkat Pertama Negara dengan Persentase Lulusan SMP Terbanyak 2023 – GoodStats Data. Relasi kekuasaan menjadi timpang dalam negosiasi seperti ini. Ketiga, permasalahan gaya hidup di dunia Barat yang dianggap boros karbon memang permaslaahan utama sejak rusaknya Eropa akibat deforestasi, sebelum mereka mengkoloni Negara Selatan. Sehingga ‘gaya hidup’ hanya bagian terkecil dari permasalahan krisis iklim. Porsi terbesarnya adalah kontrol yang tidak demokratis terhadap penguasaan sumberdaya alam di Indonesia serta penggunaan kekerasan berlebihan terhadap rakyat yang menolak investasi. Jadi ekonomi politik perubahan iklim tidak bisa lewat ‘exit window’ Negara Utara (termasuk China, Jepang, dan Korea) yang tetap mempertahankan dominasi dan akumulasi modalnya di Indonesia.
Penjelasan Giddens tentang interaksi para aktor dalam sebuah struktur adalah ‘hubungan-hubungan sosial’ yang bisa dilanggengkan (direproduksi) untuk kepentingan status quo. Ekstraksi terhadap sumberdaya alam, ketimpangan sosial yang tinggi adalah konsekuensi dari ekonomi (baca: relasi sosial) yang kompetitif. Krisis iklim merupakan bagian dari cara mendapatkan laba, persaingan, mempertahankan siklus produksi sambil mencari pasar. Fakta-fakta kemiskinan dan kerusakan lingkungan di Indonesia memperlihatkan hal-hal tersebut, aneka proyek dan resep pembangunan adaptasi dan mitigasi iklim disepakati secara sementara sebagai bagian dari ‘sumbangan dunia kepada Indonesia’ untuk mengatur penggunaan sumberdayanya dan tentu tidak ada makan siang gratis! Menteri ESDM Ungkap Alasan Freeport Bisa Perpanjang Kontrak hingga Cadangan Habis (kompas.com).
Widhyanto Muttaqien
Sumber Foto Fitur Sampul:
Foto udara kondisi banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Senin (23/5/2022). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTOTenggelamBanjir RobPesisirVideoSemarangSemarang Terancam TenggelamInformasi Redaksi·