Covid19 dan Tragedy of Commons
Keributan dalam mengelola bencana sering terjadi ketika otoritas tidak mampu mengelola situasi yang berkembang. Geger belanja (panic buying) dan pembangkangan sipil (civil disobedience) terhadap himbauan atau perintah/instruksi negara disebabkan oleh penyangkalan isu , sikap meremehkan jika bukan kehilangan sensitifitas terhadap krisis (sense of crisis), hingga pengabaian yang dilakukan otoritas. Semua bermuara pada situasi ketidakpercayaan pada pemerintah.
Kasus tragedy of common terjadi ketika kebijakan yang dibuat pemerintah dalam penanganan bencana misalnya, dalam menyediakan masker ,alat dan fasilitas sanitasi, tes virus, hingga jaring pengaman sosial yang dapat diakses semua orang (warga) yang merupakan sumberdaya bersama (commons) digunakan untuk maksimisasi kepentingan pribadi tanpa memedulikan keterbatasan dalam penggunaan sumberdaya bersama tersebut.
Bencana kesehatan seperti pandemi global Covid 19 membuka mata bahwa pengaturan sumberdaya bersama dalam konteks ini tidak hanya menjadi barang publik yang disediakan pemerintah, tetapi banyak aktor yang ikut menyediakan, bahkan mungkin lebih banyak nilai nominalnya dibandingkan kemampuan anggaran pemerintah. Pengaturan terhadap sumberdaya ini juga telah dilaksanakan, semisal lewat himbauan di daerah publik dan komersil, agar menggunakan sumberdaya tersebut secara efisien dan akuntabel (bisa dibaca sebagai memikirkan kebutuhan orang lain).
Dalam penanganan bencana ini jangan sampai potensi bencana dan faktor kerentanan yang ada tidak terhitung, atau diabaikan sehingga tidak terencana, tidak ada kesiapsiagaan. Beberapa pemerintah daerah telah membuat rencana kontinjensi. Termasuk dalam menangani permasalahan common property dengan mengajak semua aktor untuk terlibat, termasuk dalam distribusi dan cadangan sumberdaya bersama tersebut.
Untuk saran silakan ke widhyanto@creata.or.id